Legenda Sinbad - Mengarungi Tujuh Lautan menuju Cina

“I went down to Basra with a group of merchants and companions, and we set sail in a ship upon the sea, and at first I was seasick because of the waves and the motion of the vessel, but soon I came to myself and we went about among the islands, buying and selling.”
—The Tale of Sindbad the Sailor, from The 1001 Nights

Pada suatu masa, tersebutlah orang yang bernama Sinbad si Pelaut (Sinbad the Sailor). Sinbad adalah legenda tentang petualangan pelaut Arab yang menjelajahi samudera. Tapi apakah benar Sinbad itu benar-benar eksis?

Sinbad memang pernah eksis dijamannya, setidaknya ini menurut para kru dan kapten dari sebuah tiruan perahu layar Arab yang berasal dari abad kesembilan yang diberi nama Sohar. Pelayaran ini dilakukan untuk membuktikan bahwa legenda Sinbad memiliki fakta historis. Dengan menggunakan perahu layar yang dibuat dari pohon kelapa dan dilengkapi dengan alat navigasi kuno yang berasal dari abad pertengahan, seorang penjelajah Inggris Timothy Severin dan 25 kru-nya berlayar sejauh 9600 kilometer (6000 mil) dari Muscat (Oman) menuju Kanton (Cina).

Severin memang tidak menemukan sejumlah monster seperti yang ada dalam legenda Sinbad, namun perjalanannya juga tidak lepas dari bahaya. Mulai dari hampir digilas oleh kapal tanker raksasa, layar utama yang rusak, harus bertahan di tengah lautan dengan sedikit makanan dan air, sampai akhirnya mereka bertemu bajak laut di perairan Laut Cina Selatan.

Tujuan utama penjelajahan Severin yang lulusan Oxford yang lahir di India terhadap rute pelayaran Sinbad ini adalah untuk mengkoreksi miskonsepsi Timur dan Barat mengenai orang-orang Arab. Menurutnya kebanyakan orang berpikir kehidupan bangsa Arab hanya di padang pasir. “Mereka juga manusia laut. Saya ingin membuktikan bahwa bangsa Arab adalah orang-orang yang tidak hanya datang untuk menjadi tukang minyak yang ulung, tetapi juga memiliki sejarah penjelajahan laut yang hebat,” ujarnya pria yang pernah mengendarai motor menyusuri rute Marco Polo menuju Cina.

Dari Teluk Arab Menuju Cina
Pada sekitar abad kesatu, pelayaran dari Teluk Arab ke Cina hanya membutuhkan waktu selama 120 hari saja dan itu merupakan rute perdagangan terpanjang di dunia. Itu mungkin jarak yang paling berbahaya karena para pelaut harus menghadapi pencuri Hadhramaut di Samudera Hindia dan bajak laut Vietnam di Teluk Tonkin.


Mereka yang selamat tentu saja akan mendapatkan banyak keuntungan. Karena pada saat itu, belum ada bangsa Eropa yang pernah menemukan rute ke Cina. Orang Arab yang justru menemukannya. Sehingga di pertengahan abad kedelapan banyak sekali barang-barang berharga seperti emas, gading dan permata dari India, sutra dan keramik dari Cina yang akhirnya membuat Baghdad menjadi pusat perdagangan penting di dunia. Dan 500 tahun kedepan, Muslim pun mendominasi perdagangan timur-barat.

Pada sekitar abad 13, orang-orang Mongol mulai menjelajahi Cina dan meruntuhkan kota pelabuhan terbesar. Sebagai konsekuensinya, kerjasama dalam hal perdagangan antara Arab dan Cina menjadi berantakan karena penghancuran yang dilakukan oleh bangsa Mongol tadi. Namun, 200 tahun kemudian, seorang pelaut Portugis Vasco Da Gama mengelilingi Tanjung Harapan (Cape of Good Hope) dan membuka rute perdagangan baru antara Eropa dan Timur. Penjelajahan ini berakhir pada 1448 bersamaan dengan berakhirnya dominasi bangsa Arab terhadap perdagangan di Timur setelah selama lebih dari 700 tahun mereka bertahan.


Bangsa Arab jelas telah meninggalkan tanda yang luar biasa di Asia Tenggara; perahu layar mereka tidak hanya membawa barang-barang, tetapi juga menyebarkan Islam dan kebudayaan Islam sampai ke Indonesia dan Cina. Bahkan pada suatu masa ketika Byzantium, India dan Cina yang tiba-tiba menjadi tetangga di kerajaan dunia baru, Islam menjadi agama dan bahasa Arab menjadi bahasa persatuan.

Kebesaran para pelaut Arab yang berani ini juga sungguh melegenda. Mereka menjelajahi laut sejauh 9600 sampai 16.000 kilometer menuju ke wilayah yang belum dikenal, dan membawa pulang legenda serta petualangan. Cerita yang menyebar dan banyak dibumbui ini yang kemudian menjadi dasar dari epik Sinbad si Pelaut, seperti yang diabadikan dalam kisah Seribu Satu Malam.

Selain berlayar di Samudra Hindia, ada laut rute lain dari negara Arab ke India, yang tertua dari mereka semua. Ia tidak tergantung pada musim hujan dan dapat berlayar tanpa pengetahuan tentang bintang. Teluk Arab adalah koridor alami antara Mesopotamia dan India. Sehingga pelayaran pun dapat dibuat hanya dalam perahu layar kecil dengan hanya menyusuri pantai, atau selalu menjaga agar tidak jauh dari daratan. Kontak maritim antara Mesopotamia dan India melalui perairan Teluk telah terjadi seperti pada awal peradaban urban di milenium ketiga sebelum masehi, ketika bangsa Sumeria di Sungai Tigris dan Eufrat telah berhubungan dengan Harappa di India.

Penemuan rute laut antara Teluk Arab dan Cina adalah peristiwa yang sama pentingnya seperti penemuan rute laut ke India oleh Portugis. Portugis menemukan rute untuk menyeberangi Samudera Hindia dengan monsoon Gujarat ke pantai Malabar, atau berlayar ke selatan Sri Lanka dan berbelok ke utara Teluk Benggala atau ke timur Malaya. Tetapi cukup jauh untuk membuat rute pelayaran lain untuk menuju Kanton melalui laut. Hal ini kurang dikenal dengan dalam pelayaran yang menggunakan pola angin (monsoon). Belum lagi dengan bahaya pembajakan dan Topan dari Laut Cina Selatan. Namun pada awal Islam, pelayaran langsung menuju Kanton melalui Teluk tampaknya telah menjadi hal yang lazim.

Laut Cina atau Laut India, atau yang sering disebut sebagai Samudera Hindia, pada dasarnya bukanlah satu kesatuan. Orang-orang yang berlayar disana sering mengatakan bahwa Samudera Hindia terdiri dari tujuh lautan yang berbeda, yang memiliki karakteristik masing-masing. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan the seven seas (tujuh lautan). Berikut adalah bagaimana al-Ya'qubi, yang meninggal pada 897 menjelaskan tentang tujuh lautan:


Siapa saja yang ingin pergi ke Cina harus melintasi tujuh lautan, masing-masing memiliki warna, angin, ikannya sendiri, tidak seperti sepenuhnya laut yang terletak di sebelahnya. Yang pertama dari mereka adalah Laut Fars, dimana pelaut keluar dari pengaturan Siraf. Ia berakhir di Ra's al-Jumha; itu adalah selat di mana disana banyak terdapat mutiara. Laut kedua dimulai di laut Ra's al-Jumha dan disebut Larwi. Ini merupakan laut besar, dan di dalamnya adalah pulau Waqwaq dan lain-lain yang berada di posisi Zanj. Pulau-pulau ini memiliki raja-raja. Seseorang hanya bisa berlayar di laut ini dengan panduan bintang. Terdapat ikan besar disana dan di dalamnya terdapat banyak keajaiban dan hal-hal yang tidak bisa dideskripsikan.

Laut ketiga disebut Harkand dan itu terletak di pulau Sarandib, di sana terdapat batu yang berharga dan rubi-rubi. Ini adalah pulau dengan raja-raja, tetapi ada satu raja atas mereka. Di kepulauan yang berada di laut ini tumbuh bambu dan rotan. Laut keempat laut disebut Kalah-bar dan dangkal dan banyak sekali ular-ular laut yang besar. Kadang-kadang mereka muncul ke permukaan dan menabrak kapal. Berikut ini adalah pulau-pulau di mana tumbuh pohon kapur. Laut kelima disebut Salahit, sangat besar dan penuh dengan keajaiban. Laut keenam disebut Kardanj; hujan sering turun disini. Laut ketujuh disebut Laut Sanji atau dikenal sebagai Kanjli. Ini adalah laut China; yang didorong oleh angin selatan hingga mencapai sebuah teluk air tawar, di sepanjangnya terdapat tempat yang dibentengi dan kota-kota, hingga mencapai Khanfu (Kanton).

Tujuh lautan berdasarkan literatur Ya’qubi ini adalah Laut Fars (Teluk Persia), Laut Larwi (Teluk Khambat), Laut Harkand (Teluk Benggala), Laut Kalah-bar (Selat Malaka), Laut Salahit (Selat Singapura), Laut Kardanj (Teluk Thailand), dan Laut Sanji (Laut Cina Selatan). Ketujuh lautan ini adalah laut yang dilayari oleh kisah Sinbad di dongeng 1001 malam, seperti dalam buku kecil yang ditulis oleh Buzurgh bin Shahriyar yang berjudul ‘Aja ’ib al-Hind (Keajaiban India). Buku ini ditulis pada abad 10 dan merupakan kumpulan kisah pelayaran orang-orang yang mirip dengan petualangan dari Sinbad. Jadi, masih berpikir Sinbad tidak pernah eksis?

Get This Comment Form