Perang Tumbang Titi (Matan - Kayong)


Karena hendak menerapkan belasting atau pajak diri, Belanda yang rakus pun akhirnya terlibat perang dengan rakyat Kerajaan Matan-Kayong (sekarang Kabupaten Ketapang-Kalimantan Barat). Sebab yang sama, yang membuat meridihnya darah rakyat Kerajaan Simpang-Matan terhadap Belanda.


Semangat perlawanan pun menggelora, perang yang tak terelakkan pecah di Tumbang Titi. Askar rakyat dibawah duli daulat Panembahan Matan-Kayong mengangkat senjata demi kehormatan dan marwah diri. Pantang dicemoohkan dengan pajak belasting yang menghina.

Mandau
Selama ini, mereka memberikan upeti kepada Panembahan dengan sukarela-tanpa paksaan dan tak pernah ditentukan nilai serta besarannya, Sang Panembahan pun tidak hanya menerima dengan cuma-cuma, tapi selalu dengan bijak memberikan hadiah sebagai gantinya sekaligus tanda mata berkah Raja kepada rakyatnya, berupa pakaian, garam, barang-barang keperluan sehari-hari dan sebagainya.* Tapi sekarang Belanda yang tak tahu adat tiba-tiba datang semena-mena hendak memaksa mengenakan pajak pada diri mereka.

Uti Usman atau Uti Unggal dan Panglima Tentemak pun maju ke hadapan memimpin perlawanan. Belanda mengerahkan banyak pasukan di bawah komando Kapten Frederick Brans, berhasrat hendak menewaskan askar rakyat Matan-Kayong. Kehadiran mereka disambut dengan gagah berani para pejuang Negeri Matan-Kayong di Natai Bedug - Tumbang Titi, dengan semangat pantang mundur meski beradu maut.

“Terimalah belasting tiga suku…” Meledak menggemalah senapang Panglima Tentemak seiring gema teriakannya, peluru timah pun deras meluncur menembus tubuh Kapten Frederick Brans. Menjadi Malakul Maut yang menjemput nyawa sang Komandan Belanda.

Catatan :

* [Dalam cerita lisan, Raja-raja Tanjungpura, Matan-Tanjungpura, Simpang-Matan dan Matan-Kayong memang menerima upeti, tapi mereka juga memberikan “tanda mata” atas upeti yang diberikan rakyatnya. Alkisah Kepala Kampong/Moyang kami zaman dahulu di Sungai Paduan, setelah dipilih rakyatnya kemudian disahkan oleh Panembahan Simpang, dan setiap kembali setelah menghadap Panembahan Simpang, selalu membawa oleh-oleh pembagian Raja yang harus dibagikan pada rakyatnya di Kampung].

Cerita Lisan Rakyat,
Sejarah Kampungku,
Sejarah, Adat Istiadat dan Hukum Adat Kalimantan Barat, JU. Lontaan.

Get This Comment Form